Film
ini diangkat dari novel Roro Mendut karya YB Mangunwijaya. Sultan Agung
menghadiahkan semua hasil rampasan perang dari Kadipaten Pati kepada Tumenggung
Wiroguno. Wiroguno tak dapat menikmati semua hartanya, karena Roro Mendut, yang
merupakan salah satu rampasan perang tersebut, menolak Wiroguno. Masalah
semakin pelik ketika Roro Mendut mencintai Pronocitro.
Disutradarai
oleh Ami Prijono dan diproduksi pada tahun 1983, dibintangi anatara lain oleh
Meriam Bellina, Mathias Muchus dan W.D. Mochtar. Film dengan latar belakang
abad ke-17 di kerajaan Mataram yang terletak di Jawa Tengah. Film ini
didasarkan pada legenda Roro Mendut yang dikisahkan dalam babad cerita Jawa.
Roro
Mendut, seorang wanita cantik yang hidup pada masa lalu di kerajaan Mataram
pada era Sultan Agung berkuasa (sekitar abad 17). Roro Mendut diasuh oleh
Adipati Pati (dulu namanya Pesantenan dan sekarang terkenal sebagai penghasil
santan yang terkenal dan juga penghasil dawet, minuman khas Jawa yang
menggunakan cendol dan santan).
Pati
sendiri adalah sebuah kadipaten kecil yang belum ditaklukan oleh Mataram.
Sultan Agung ketika menjabat raja Mataram, juga hendak menguasai
kerajaan-kerajaan kecil yang masih bertebaran di pulau Jawa, termasuk mencaplok
Pati sebagai salah satu kerajaan kecil di pesisir utara. Politik yang
dijalankan oleh Sultan Agung, jika tak perlu berperang, kenapa harus perang.
Maka dijalankanlah usaha persaudaraan dengan perkawinan. Diutuslah Tumenggung
Wiraguna untuk menaklukkan Pati.
Setibanya rombongan Mataram di Pati dan bertemu dengan Adipati. Melihat besarnya kekuatan Mataran, Pati akhirnya sepakat mengakui kekuasaan Mataram. Sebagai tanda taklukan, Adipati menyerahkan gadisnya kepada Tumenggung Wiraguna. Dipilihlah gadis asuhnya, Mendut untuk dijodohkan dengan Tumenggung Wiraguna.
Roro
Mendut menolak karena sebetulnya dia telah mempunyai tambatan hati, seorang
pemuda yang bernama Panacitra. Mereka menyembunyikan hubungan mereka ini dari
Tumenggung Wiraguna. Backstreet istilahnya kalau jaman sekarang. Tumenggung
Wiraguna yang sakit hati karena ditolak pun lalu murka dan menerapkan pajak
yang sangat besar untuk Pati. Dimana pajak itu tidak mungkin dapat dikumpulkan
dengan mudah oleh sebuah daerah yang kecil seperti Pati tersebut.
Nah,
karena kepepet dengan keadaan, naluri dagang Roro Mendut terpacu. Dia lantas
melakukan survey, dari surveynya ini dia melihat bahwa banyak kaum bangsawan
yang merokok. Lalu dia mendapat ilham untuk menjual rokok lintingannya, dimana
dia menggunakan bibirnya untuk melekatkan kertas rokok dan juga membakarnya.
Rokok bekas hisapannya ini lalu dijual dengan harga mahal, karena para
bangsawan sangat terpukau dengan kecantikan dan pesona Roro Mendut.
Karena
survey yang tepat (bukan hasil googling semata), rokok lintingan dan bekas sedotan
Roro Mendut ini laris manis. Dana yang masuk pun sangat besar (seperti cukai
rokok yang masuk ke negara Indonesia ) dan digunakan sebagai pembayaran pajak
kepada Tumenggung Wiraguna.
Namun,
Tumenggung Wiraguna yang masih kecewa dan sakit hati, terus memata-matai Roro
Mendut. Akhirnya rahasia percintaan Roro Mendut dan Panacitra terbuka.
Tumenggung
Wiraguna murka dan membunuh Panacitra dengan sebilah keris. Roro Mendut yang
melihat kekasih hatinya meregang nyawa meratap dan bersumpah bahwa Wiraguna tak
akan mendapat dirinya dalam keadaan hidup. Roro Mendut mengambil keris yang
menancap di dada Panacitra dan menggunakannya untuk membunuh dirinya..
Cerita
tentang Roro Mendut ini merupakan cerita legenda yang beredar di Indonesia.
Dimana menggambarkan telah dikenalnya potensi perempuan dalam pemasaran, bahkan
di zaman kerajaan Jawa abad ke-17. Di samping itu, penolakan Roro Mendut
diperistri oleh Tumenggung Wiraguna yang notabene adalah seseorang yang kaya
dan berkuasa, memperlihatkan adanya sifat kemandirian perempuan Nusantara yang
telah ada, walaupun tidak umum, pada saat babad tersebut ditulis. (terima kasih
buat sobat awydoank)
0 comments:
Post a Comment