Buat
sahabat yang bermukim di wilayah Kabupaten Banyumas tentu tidak asing dengan
nama R. Soetedja Poerwodibroto. Apalagi jika sahabat mendengarkan lagu yang
berjudul “Di Tepi Sungai Serayu”. Ya, lagu bergenre keroncong tersebut merupakan
ciptaan almarhum R. Soetedja, seniman dan komponis asli Banyumas. Selain dikenal
sebagai seniman, tokoh yang lahir pada tanggal 15 Oktober 1909 ini juga dikenal
sebagai salah satu pendiri Radio Republik Indonesia (RRI) Purwokerto.
Sejatinya
lagu gubahan R. Seotedjo tidak hanya lagu “Di Tepi Sungai Serayu” tapi masih banyak
lagi. Namun sebagian besar karya beliau yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta
musnah pada saat terjadi kebakaran tahun 1950-an. Maka, banyak gubahan beliau
dalam bentuk partitur note balok ikut musnah terbakar.
Meski
begitu, gitaris Jack Lesmana alias Jack Lamers sempat meminjam beberapa
partitur lagu-lagu gubahan beliau untuk direkam. Berkat Jack Lesmana, sekitar
70 lagu sempat terselamatkan. Tapi,
ratusan lagu lainnya binasa. Sayangnya justru partitur lagu-lagu lagendaris
itulah yang ikut binasa. Lagu-lagu gubahan R. Soetedjo juga terkenal di Eropa
terutama di Negara Belanda. Misalnya lagu “Als d'Orchide Bluijen” atau dalam
bahasa Indonesia artinya “Ketika Anggrek Berbunga”. Konon, lagu tersebut
diciptakan di negeri Belanda ketika R. Seotedjo dengan pacarnya yang
berkebangsaan Belanda sedang berjalan-jalan di pasar bunga. Kemudian ada juga
lagu terkenal lainnya seperti “Waarom Huil Je tot Nona Manies” atau “Mengapa
Kau Menangis” diciptakan ketika R. Seotedjo berpisah dengan pacarnya, karena
telah menyelesaikan studi di konservatori musik di Roma, Italia.
Di
Indonesia, sebagian masyarakat hanya mengenal beberapa lagunya ciptaannya seperti
“Tidurlah Intan” yang sempat menjadi closing song siaran bahasa Indonesia radio
Australia, “Hamba Menyanyi,” “Mutiaraku”, “Kopral Jono” dan yang cukup terkenal adalah
lagu“Di Tepinya Sungai Serayu. Untuk lagu “Kopral Jono” R. Soetedjo
menggubahnya secara khusus untuk menyindir keponakannya yang berpangkat kopral,
tapi terkesan bersifat play bloy.
Sedangkan lagu “Tidurlah Intan” diciptakan untuk meninabobokan anaknya.
Masa
Kecil R. Soetedja
Soetedja
merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara putra Asisten Wedana Kebumen, Baturaden
bernama R. Ibrahim Purwadibrata. Menginjak umur satu tahun, Soetedjo kecil dijadikan
anak angkat oleh seorang pengusaha besar perkebunan di Purworejo Klampok
Banjarnegara, bernama R. Soemandar, yang merupakan kakak kandung ayahnya.
Konon
Soetedja kecil suka memukul-mukul perangkat untuk memasak di dapur ibunya. Suara-suara
yang ditimbulkan dari perangkat untuk memasak itu sangat mengganggu ayahnya. Meski
begitu, sang ayah sempat menangkap bakat musik Soetedja kecil.
Membaca
bakat yang luar biasa pada diri Soetedjo kecil, ayahnya membelikan biola Stadivarius
Paganini pada saat berdagang di Eropa. Soetedja kecil sangat gembira, dan tidak
lagi menciptakan bunyi-bunyian perkusi dari perangkat dapur milik ibunya. Di
kemudian hari, Soetedja kecil mendapat hadiah instrumen musik berikutnya, berupa
piano.
Kebetulan,
pada saat mengenyam pendidikan AMS (SMA jaman Belanda) di Bandung, R. Soetedjo ngekost di rumah seorang guru piano
berkebangsaan Belanda. Berkat gurunya itulah R. Soetedjo menjadi ahli bermain
piano.
Setelah
lulus sekolah AMS, R. Soemandar, ayah angkatnya, memberi dua pilihan studi di
Eropa, yaitu hukum dan kedokteran. Tapi R. Soetedjo lebih memilih jurusan musik
daripada kedokteran dan hukum. Betapa kecewanya sang ayah karena sang anak lebih
memilih studi musik. Karena keinginannya diabaiakan, ayahnya berpura-pura
menggertak mengusirnya. Namun Soetedja benar-benar minggat. Dia pergi ke
Kalimantan, dan mengabdi pada keluarga Sultan Hamid di Kutai Borneo.
Beberapa
tahun mengabdi pada keluarga SUlatan Hamid, Soetedja muda dipanggil pulang ke
Purworejo Klampok. Dia diizinkan bersekolah di konservatori musik Roma Itali.
Sebelum berangkat Roma, ayahndanya mengajak anak tersayangnya itu menyusuri
daerah sepanjang aliran sungai Serayu dari Klampok sampai Gambarsari. Untuk
memamerkan perkebunan serehnya di daerah Kanding dan Kemawi yang sekarang masuk
wilayah Kecamatan Somagede. Suasana sungai Serayu inilah yang telah
menginspirasikan dirinya menciptakan lagu legendaris “Di Tepinya Sungai
Serayu.”
Dikemudian
hari, Soetedja dikenal sebagai pendiri Orkes Studio Jakarta, yang merupakan
orkes simphony pertama di Indonesia. Tapi sayang, Orkes Simphony Jakarta
ditinggalkan, karena beliau diangkat sebagai Direktur Korp Musik Angkatan
Udara. Sedangkan untuk mengisi acara-acara di RRI beliau menggunakan Orkes
Melati yang melantunkan irama musik barat yang dikeroncongkan.
Pada
tanggal 14 Maret 1970, Bupati Banyumas Soekarno Agung meresmikan nama Soetedja sebagai
nama gedung kesenian kebanggan masyarakat Banyumas yang terletak di samping
Pasar Manis Purwokerto itu, sebagai bentuk penghargaan kepada R. Soetedjo yang
telah mengharumkan nama Banyumas.
Komponis
legendaris kelahiran Banyumas itu wafat pada tanggal 12 April 1960 ketika usianya
mencapai 51 tahun. Beliau meninggalkan seorang istri dan sembilan putra. Jasad
beliau dimakamkan di pemakaman Karet Jakarta. Untuk mengingatkan bahwa beliau
pernah memimpin misi kesenian Indonesia ke India, maka putra bungsunya yang
lahir pada saat beliau berada di India diberi nama Krisno Indiarto.
5 comments:
beliau adalah mbah kakung saya (kakek) terima kasih ya telah menceritakan tentang beliau kepada publik melalui blog anda. dan doakan semoga beliau bahagia bersama almh istirnya (mbah/nenek saya) di surga. amin
Terima Kasih Pak R Soetedjo, jika engkau tak ada maka Lagu Ditepi Sungai Serayu pasti tak akan ada, Terima Kasih Pak kini lagu Ciptaan Engkau yang Berjudul Ditepi Sungai Serayu sekarang menjadi Bel Stasiun Purwokerto,Notog,Kroya,Dan Sidareja.
aamiin
tahun 1995, waktu saya kecil saya bertanya kepada mbah kakung saya, "mbah ini lagu stasiun purwokerto kok beda?".kata mbah kakung ini lagu di tepi sungai serayu...wah ternyata ini penciptanya ... luar biasa maestro musisi asal banyumas...joss
Nanti tgl 15 November 2018 ada pemutaran film Pendek yg mengisahkan alm. Soetedja di Bioskop Rajawali Purwokerto, insya Allah saya akan bermain cello gesek duet dgn teman saya pemain biola yg akan membawakan lagu² beliau diantaranya Ditepinya sungai serayu dan Tidurlah Intan... Mba bisa hadir?
Post a Comment